Ketika zaman sudah semakin canggih, berita atau informasi apapun bisa kita dapatkan dari berbagai platform. Apalagi dengan jaringan internet yang mudah diakses, semuanya mudah didapatkan. Menurut data dari Kementerian Komunikasi dan Informasi atau Kominfo di awal tahun 2022 sebanyak 73 persen masyarakat memilih media sosial sebagai sumber informasi dan 59,7 persen informasi tersebut dicari dan didapatkan dari televisi. Sementara, 26,7 persen mendapatkannya dari berita daring atau online. Adapun masyarakat yang mendapatkan informasi tersebut dari grup whatsapp pribadi mereka. Kalau dalam kasus ini, penerima berita hoax biasanya para orangtua dan banyak di antara mereka ketika menerima pesan itu langsung menyebarkannya tanpa mencari terlebih dahulu kebenarannya.
Nah, sebenarnya yang menjadi permasalahan adalah apakah informasi atau berita yang didapat itu sudah dipastikan kebenarannya? Apakah sumber yang didapat juga sudah valid? Belum tentu. Banyak sekali hoax atau berita bohong yang beredar di dunia maya. Dan lebih parahnya lagi, banyak juga yang menelan mentah-mentah informasi yang mereka dapatkan tanpa adanya effort untuk mencari tahu apakah informasi atau berita itu benar atau tidak. Jika kurang hati-hati, si pencari berita atau informasi tersebut akan mudah terjebak sebuah kebohongan bahkan ikut menyebarluaskan karena dianggap informasi atau berita yang benar.
Dari data yang dibagikan oleh Kominfo, ditemukan 9.546 berita hoax yang tersebar di berbagai platform dalam kurun waktu tiga tahun. Hal ini berbanding lurus dengan perubahan tren masyarakat yang lebih memilih mendapatkan informasi dari internet seperti media sosial. Karena hampir setiap orang di era sekarang ini pasti mempunyai akun media sosial.
Semakin banyak berita hoax atau bohong yang tersebar terutama di dunia maya, berarti semakin banyak pula masyarakat yang belum merdeka dari berita hoax. Bukan tidak mungkin, si penerima berita hoax ini juga menyebarkan berita atau informasi tersebut ke khalayak atau pengikutnya di dunia maya.
Penyebaran berita hoax yang sudah sering terjadi ini memiliki dampak yang buruk bukan hanya bagi satu pihak tapi banyak pihak yang dirugikan dari berita atau informasi yang tersebar di dunia maya. Apa dampaknya? Banyak. Misalnya, informasi mengenai peristiwa menggemparkan. Informasi detail mengenai apa yang terjadi, kapan terjadinya, di mana tempat kejadiannya, dan lain sebagainya dibutuhkan oleh masyarakat. Mereka pasti mencari tahu apa informasi tersebut. Tapi jika yang didapatkan mereka adalah berita bohong atau tidak sesuai dengan yang sebenarnya terjadi, apakah tidak akan berdampak buruk? Belum lagi jika banyak di antara mereka yang menyebarluaskannya karena dianggap memiliki informasi penting terkait peristiwa tersebut. Makin tersebar, makin banyak yang mendapatkan informasi bohong tersebut. Hal ini tidak akan terjadi apabila si pencari dan penerima informasi tersebut memastikan terlebih dahulu apakah informasi yang mereka dapatkan sudah benar dan berasal dari sumber yang memang dapat dipercaya dan terbukti kebenarannya.
Atau lebih spesifiknya seperti ini. Satu tahun lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita tentang babi ngepet di daerah Sawangan, Depok. Seekor babi yang sengaja dibeli oleh seorang pria itu disebut sebagai babi ngepet yang mencuri uang orang-orang di sekitar daerah tersebut. Siapa yang mengatakan demikian? Ya, si pembeli babi itu. Dengan pengeras suara, ia melantangkan suaranya dan menyebut kalau babi itu adalah seorang manusia. Tentu saja, informasi ini langsung meresahkan warga dan membuat gaduh lingkungan sekitar. Namun, akhirnya si penyebar berita bohong ini pun ditahan polisi dan dituntut tiga sampai empat tahun penjara karena telah membuat onar dengan informasi yang tidak benar.
Contoh berita hoax lainnya yang juga berdampak bagi masyarakat Indonesia adalah berita yang terkait dengan Covid-19. Menurut data dari Kominfo, di awal pandemi Covid-19, ada sekitar 850 berita bohong yang beredar baik melalui media sosial maupun pesan singkat. Penyebaran berita bohong yang berkaitan erat dengan virus yang menjangkit hampir seluruh dunia ini menimbulkan ketakutan, ketidakpastian, bahkan kepanikan di tengah pandemi yang saat itu baru saja menyebar di Indonesia. Akibatnya, lebih dari 100 pelaku penyebaran berita bohong tersebut diamankan pihak kepolisian.
Pemerintah yang saat itu juga masih terfokus pada penanggulangan penyebaran virus akhirnya juga harus menghentikan penyebaran berita bohong terkait virus Covid-19. Sosialisasi mengenai informasi terkait Covid-19 pun makin digencarkan dan pemerintah juga menghimbau agar tidak menelan mentah-mentah informasi penting itu agar tetap tenang dalam menghadapi pandemi yang saat ini pun masih terjadi.
Lalu apa yang harus dilakukan agar berita atau informasi bohong tersebut tidak semakin menyebar? Baca dengan teliti, bukan hanya dibaca isi beritanya saja tapi juga sumber informasi tersebut di dapatkan dari mana saja, apakah ada narasumber dari berita tersebut dan lain sebagainya. Pemerintah sudah berupaya mendorong penyelenggara sistem elektronik (PSE) untuk segera melakukan pendaftaran agar pencari berita lebih terjamin dalam mendapatkan sebuah informasi.
Tidak hanya itu, agar pembaca atau pencari informasi tersebut tidak termakan oleh berita bohong, ada beberapa yang bisa dilakukan. Pertama, berhati-hatilah terhadap judul yang provokatif. Judul ini biasanya menarik dan menyakinkan para pembacanya bahwa berita atau informasi ini benar. Malah terkadang isi dari berita ini dirombak sehingga menimbulkan persepsi. Walaupun bersumber dari portal berita yang resmi, apabila sudah dirombak sudah bisa dikatakan berita atau informasi ini tidak benar.
Kemudian, perhatikan alamat web atau situs jika informasi yang dicari berasal dari sebuah laman website atau terdapat link yang mengantarkan pembacanya menuju informasi tersebut. Nah, apabila link atau alamat website itu tidak resmi atau belum terverifikasi sebagai industri pers, maka informasi yang didapat masih diragukan kebenarannya. Dari catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000 situs yang mengklaim sebagai portal berita.
Selanjutnya adalah periksalah fakta yang ada. Apabila berita atau informasi yang didapat berisi sebuah opini, bukan tidak mungkin informasi ini belum tentu kebenarannya. Baiknya, carilah sumber lain yang resmi seperti milik pemerintah dan lembaga resmi lainnya. biasanya, informasi atau berita yang didapat juga berisi sebuah foto untuk memperkuat berita tersebut. Jika, masih ragu apakah berita atau informasi yang didapat itu benar atau tidak meskipun ada foto di dalamnya, sebaiknya cek keaslian dari foto tersebut. Karena di era yang sudah semakin canggih ini, foto pun sudah amat sanga bisa dimanipulasi. Jika beberapa hal sudah dilakukan dan yakin bahwa berita yang didapatkan tersebut adalah berita bohong atau hoax, segeralah melaporkannya.
Dengan memverifikasi benar atau tidaknya sebuah berita atau informasi yang didapat, penyebaran informasi atau berita bohong dapat dengan mudah teratasi. Edukasi masyarakat awam tentang berita bohong ini juga sangat penting agar tidak ada lagi informasi atau berita bohong yang tersebar di dunia maya. Sehingga, kita bukan hanya merdeka dari para penjajah tapi juga merdeka dari berita hoax.